Thursday, April 29, 2010

Di Masa Lalu, Belanda yang Belajar dari Indonesia


Aku sedang asik browsing tentang Belanda, ketika ga sengaja menemukan sebuah lagu lama yang dulu sering dinyanyikan Oma untukku..

O Donna Clara, aku telah melihatmu menari.. oh, Donna Clara, aku sayang padamu..

Omaa.. jadi kangen padamu.. saat itu sebelas tahun yang lalu (aku masih SMP), aku sering menghabiskan sore ke rumah teman akrabku Vina, yang memiliki Oma seorang Belanda. Oma seorang nenek yang kecil tapi sangat manis, sangat baik dan pintar menyanyi. Setiap kali aku datang ke rumah Vina, Oma biasanya akan mulai menyenandungkan lagu itu: O Donna Clara, dan bercerita betapa lagu itu terkenal di Eropa pada masa-masa muda Oma. Ahh.. Oma, aku juga sayang padamu.. Lagu O Donna Clara ternyata adalah lagu tahun 1930-an, di masa-masa Indonesia bahkan belum berani menikmati musik.. (belum merdeka sih.. )

Menghabiskan hari-hari di rumah Vina bersama Oma yang cantik dan baik hati, membuatku merasakan keramahan asli Belanda yang sebenarnya. Jauh sekali bayangan kalo orang Belanda itu suka menjajah, suka menyiksa dan sadis.. Baik hatinya Oma, baik hatinya Monsinyur juga.. sebagai anak SMP yang aktif dan juga energik, aku dan Vina punya hobi yang sama, yaitu mengoleksi prangko (filateli). Di masaku SMP, filateli menjadi hobi yang benar-benar sedang ‘booming’ dan mayoritas murid di sekolah berlomba-lomba untuk memperbanyak koleksi prangkonya, mulai dari prangko bergambar pa Harto, sampai prangko segitiga bergambar satelit Palapa. Mulai dari prangko lokal, sampai prangko luar negeri kami dapatkan melalui proses barter dengan para murid pemburu prangko yang lain.

Beberapa anak cukup beruntung karena memiliki keluarga di luar negeri, sementara aku tidak.. modal awalku hanyalah keberanian dan keakraban dengan teman-teman saja. Jika teman-temanku mendapatkan prangko luar negeri dari paman atau bibinya di Canada, Singapura, Ausi, atau Malaysia, maka aku akan memburu dan mendapatkan prangko bekas dari Monsinyur..
Monsinyur kira-kira wajahnya seperti pastor ini.. Sumber: www.christianpost.co.id

Monsinyur adalah seorang misionaris Belanda di gereja dekat sekolahku, orangnya sangat baik hati. Sebagai orang yang hidup selibat dan tidak menikah, monsinyur tinggal sendirian dan kerap bertukar kabar dari keluarganya yang ada di Belanda melalui surat. Setiap surat yang diterima oleh Monsinyur, akan beliau simpan dengan rapi sampai kami kemudian datang ke wismanya dan merampok seluruh perangkonya, hehe.. Kebaikan hatinya, dan keramahannya sungguh membuatku merasa ‘aman’ dengan bangsa Eropa, dan aku merasa kalo dunia di luar Indonesia mungkin tidak seseram kelihatannya.
Prangko Belanda dari Monsinyur, bagian tengah bergambar hati bisa kita kupas, dan di tengahnya kita bisa menemukan sebuah kata atau tulisan rahasia, unik! Sumber: koleksi foto pribadi.

Oh ya, sampai 2 tahun setelah kami secara rutin menyambangi Monsinyur untuk meminta prangkonya, aku berkenalan dengan ‘inovasi’nya negeri Belanda. Di masa-masa Indonesia masih menggunakan prangko sebagai biaya pengiriman surat (bahkan sampai sekarang), tahun ke-2 itu Monsinyur bercerita kalo dia kemudian tidak akan menerima surat yang berperangko lagi, karena surat-surat yang beliau terima setelah itu menggunakan sistem cap bukti pembayaran sebagai pengganti perangko, lebih praktis dan juga ekonomis.. Itulah kali pertama aku merasa tidak terima dengan inovasi negeri Belanda.. *huks* Innovation, I hate!!

Belanda dan Arsitektur Kotaku

Setelah beranjak dewasa, aku makin mengenal bangsa Belanda berkat pendidikan arsitekturku di ‘kota seribu sungai’ yang bernama Banjarmasin, Kalsel. Bukan main-main, julukan itu diberikan oleh bangsa Belanda sendiri dan tertuang dalam Borneo Zuid Oostkust. Saat itu bangsa Belanda menyusuri 49 sungai di Banjarmasin sekitar bulan Mei-Juli 1847, dan menyebutkan tentang sungai-sungai yang berkelok-kelok dan tembus-menembus satu dengan lainnya.. saking kagumnya mereka, mereka membawa julukan itu ke negerinya, dan menyebut-nyebut Banjarmasin sebagai ‘Venezia dari Timur’.. waahh..
Sebagai Kota Seribu Sungai, sarana dan pra sarana rakyat Banjar zaman dahulu seluruhnya melibatkan air. Sumber: cetak.kompas.com

Sebagai kota yang berada beberapa sentimeter di bawah permukaan laut, Banjarmasin terkenal memiliki karakter tanah rawa gambut yang lunak dan berair, sehingga menjadi sebuah kasus unik tersendiri bagi para ilmuwan Belanda. Dengan pengetahuan tradisional para penduduk Banjar zaman dahulu, maka transportasi pada umumnya dilakukan melalui air. Hal ini menjadi sebuah kendala tersendiri bagi Belanda, karena mereka harus menemukan cara bagaimana membuat jalan raya yang cukup padat di atas rawa-rawa gambut Kalimantan yang ‘susah’ ditaklukkan! (Kan lucu kalau sampai perang melawan Pangeran Antasari memakai perahu dan kemudian kalah karena kecemplung? hehe..)

Apa para meneer Belanda kehabisan akal? Tentu tidak!! Dengan pengetahuan dan penelitiannya yang mendalam tentang penanganan air dan tanah rendah, Belanda akhirnya berhasil membuka jalan dari Banjarmasin menuju kota-kota di sekitarnya dengan membuat 2 kanal yang mengapit jalan raya, sehingga bisa diperoleh jalan raya yang cukup solid di tengah-tengah rawa gambut khas daerah sekitar.. sungguh pemikiran yang inovatif dan cerdas..
Belanda membangun dua kanal yang mengapit satu area, dan memadatkan area tersebut dengan tanah hasil galian 2 kanal tadi; air tersalurkan, tanah padat diperoleh, brilian!! Sumber: sketsa pribadi

Dan masa kolonial itupun dimulai.. 350 tahun masa penjajahan membuat negeri kita cukup akrab dengan Belanda, salah satunya pastinya dalam bidang arsitektur.. beberapa istilah Belanda bahkan masih dipakai dalam istilah bangunan, sebut saja: bouvenlicht, rooster, daag, bouwheer, bahkan aanwijzing. Di masa perkuliahan, kami belajar macam-macam hal, mulai dari jenis pondasi sampai sambungan kayu, juga jenis atap dari referensi bangsa Belanda selama berada di Indonesia. Satu hal yang sangat jelas, Belanda benar-benar tidak tunduk pada permasalahan apapun yang mereka temukan di lapangan.. otak mereka yang cerdas siap dengan segudang inovasi dan solusi hebat yang menjadikan mereka unggul dari segi arsitektur bangunan maupun kota, dan kami beruntung bisa menikmati langsung beberapa di antaranya, contohnya yang satu ini..
Lapangan Murjani, di pusat kota Banjarbaru.. Sumber: koleksi foto pribadi

Di pusat kota Banjarbaru ada sebuah taman yang bernama Van der Fielj, diambil dari nama seorang arsitek terkenal Belanda Van der Veilj yang turut membangun kota Banjarbaru. Di seberang taman Van der Fielj, kita bisa melihat gedung kantor walikota Banjarbaru dan beberapa gedung tua berarsitektur khas Belanda lainnya.. Kenapa sekilas gedung ini mirip dengan Gedung Sate Bandung? Karena prinsipnya sama..! Arsitektur gedung dirancang untuk ‘tanggap’ terhadap iklim tropis setempat, alias iklim tropis Indonesia. Atap gedung dirancang dengan kemiringan tertentu untuk menghantarkan air hujan yang curahnya cukup tinggi; sementara teritisan serta sun shading yang berderet di tiap-tiap pintu dan jendela menjadi jawaban bernilai A+ dari permasalahan sinar matahari Indonesia yang intensitasnya cukup besar.. Isn’t it smart?

Belajarlah dari Pendidikan Belanda

Karenanya sudah ga perlu diulang-ulang lagi, kalau pendidikan di universitas Belanda memang wajar mendapatkan 4 jempol.. Jebolan-jebolan universitas Belanda terbukti telah memberi sumbangsih yang sangat besar bagi perkembangan teknologi di Belanda dan juga di dunia. Sebut saja Bapak Link textRem Koolhas dan karya-karya arsitekturnya di Chicago atau Portugal, Herman Thomas Karsten di Jokjakarta, Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker di Bandung, serta arsitek muda Koen Olthuis yang mengusung konsep perumahan di atas air di Belanda sendiri (juga bandara di atas air, bayangkan).. Atau yang paling terkenal deh: sumbangsih proyek antibanjir deltaworks yang telah terbukti mampu membuat Belanda maju seperti sekarang ini..

Aku sendiri cukup terkagum-kagum dengan 2 universitas berbasis teknik TU Delft dan juga IHS Rotterdam. TU Delft seperti kita tahu, memiliki nama besar karena jebolan-jebolan mahasiswa tekniknya terbukti telah menghasilkan karya-karya inovatif yang sangat mencerahkan dalam menjawab seluruh permasalahan-permasalahan dunia. Sebut saja Floating City IJmeer (near Amsterdam) dan Floating Road di dekat Den Bosch.

Sementara IHS dengan spesialisasi perencanaan kota membuatku tergiur dengan program-program master dan short course-nya yang tidak hanya melulu teori, melainkan praktek dan terjun langsung ke lapangan. Bayangkan, misalnya kita ditugaskan mengambil salah satu kasus program perencanaan perumahan, maka kita akan diajak pergi langsung ke suatu wilayah yang penataan perumahan yang bermasalah.. yang kumaksud BENAR-BENAR pergi ke sana untuk melihat langsung objek penelitian kita.. wow.. belum lagi aneka seminar/ workshop kampus yang berkolaborasi dengan kampus lain, sehingga memungkinkan kita berbagi pengetahuan dengan negara-negara sekitar Eropa, ck ck ck.. sistem pendidikan yang sungguh berbobot..
Floating road di dekat Den Bosch (Ministerie van Verkeer en Waterstaat, 2004). Sumber: ecoboot.nl

Darimana bisa tahu? Makanya harus rajin mengikuti pameran pendidikan yang diadakan NESO setiap tahun, supaya kita bisa bertanya kepada perwakilan universitas-universitas dari Belanda secara langsung.. NESO sendiri adalah organisasi non-profit resmi yang didanai oleh pemerintah Belanda untuk menangani kerjasama internasional di bidang pendidikan tinggi. NESO menawarkan ratusan beasiswa tiap tahunnya. Melalui NESO kita bisa mendapatkan informasi-informasi tentang bagaimana mendapatkan beasiswa dan macam-macam pemberi beasiswa yang tersedia.. Bahkan, dengan interaksi bersama para alumninya, kita juga bisa memperoleh tips-tips untuk mendapatkan beasiswa, atau tips beradaptasi di Belanda nantinya.. Barangkali suatu saat nanti aku bisa mendapatkan Ibu kos yang cantik dan baik hati seperti Oma..

Aahh.. jadi ingin sekolah di Belanda.. tapi upppss.. ternyata bukan cuma aku dan kamu yang punya keinginan belajar di sana.. Bahkan Heinz Frick, seorang arsitek Swiss yang lama bekerja di Indonesia dan telah menyumbangkan 3 jembatan konstruksi kayu lebarnya di wilayah Kalimantan Tengah, pun harus belajar dan mengambil gelar doktornya dari salah satu universitas Belanda UT Eidhoven di tahun 1995; disertasi Pak Frick berjudul Pola Struktural dan Teknik Bangunan di Indonesia. See? Betapa Indonesia dan Belanda sangat terkait?

Dan untuk menambah kekagumanku akan hasil karya para jebolan universitas di Belanda, aku cukup perlu melakukan sedikit browsing dan.. tadaaa!!Hasil kerja mereka bertaburan di mana-mana..
Aquaduk di Belanda. Sumber: infrasite.nl, annage.nl

Kalau kita melewati jembatan, biasanya kita naik mobil di atas, dan air sungai mengalir di bawah kita.. Di Belanda berbeda: kita naik mobil di bawah jembatan, air dan perahu berjalan di atas kita.. wow.. Cara berpikir bangsa Belanda yang brilian membuat mereka tidak menyerah terhadap keadaan apapun yang mereka miliki..
Floating city, di dekat kota Amstredaam. Sumber: tudelft.nl

Dan yan satu ini, mengagumkan ya? Isu kekurangan lahan akan benar-benar terjawab dari teknologi Kota Mengapung ini. Teknologi Floating Cities ini muncul dari hasil Floating City research programme-nya TU Delft yang meneliti aspek-aspek perkembangan kota berbasis lingkungan perairan. Begitulah cara pikir orang Belanda.. Bukannya ‘fighting with’ the water, mereka justru ‘living with’ the water.. Kota yang Mengapung adalah sebuah konsep urbanisasi yang sangat menjawab banyak isu-isu perkembangan pemukiman, dan sanggup memberi ide segar bagi para praktisi di bidang arsitektur dan perencanaan kota. The Floating City ini dikembangkan oleh Deltasync 04, yang beranggotakan para mahasiswa master dan doctoral UT Delft, kuncinya adalah dengan mengaplikasikan ide floating foundation, sehingga rumah atau bangunan tersebut akan berdiri selaras dengan pasang surut air laut.

Masih belum kagum dengan Belanda? Ya sudah, mungkin kamu memang orang Indonesia asli yang berjiwa nasionalis tinggi. Dan kamu boleh berbangga, karena ternyata di masa lalu, Belanda yang belajar dari Indonesia.. ga percaya?

Belanda Belajar dari Indonesia

Nah loh? Ternyata Prof Dr HJ Schophuys, seorang ahli hidrologi asal Belanda (Kompas edisi 7 November 1969) dalam artikelnya menyebutkan pula bahwa masyarakat Indonesia (suku Banjar) sebenarnya telah memiliki kemampuan membuat kanal-kanal untuk kepentingan pertanian pasang-surut secara tradisional. Di masa itu Schophuys justru belajar dari rakyat Banjar, ini kutipannya: ”Mereka mampu membuat saluran air yang panjangnya puluhan kilometer hanya dengan tangan selama bertahun-tahun. Saya juga meniru cara itu 40 tahun lalu untuk membuka lahan di sana.” Wooppss.. Ironis juga ya? Apa kita akan terus memerlukan orang lain untuk membukakan lahan bagi masa depan kita sendiri? Masa lalu mengajarkan kalo yang orang Indonesia butuhkan sebenarnya bukan hanya skill dan pemikiran (karena kita sudah punya), tapi juga seorang guru yang hebat, yang bisa membuka jalan pikiran kita yang tertutup.. dan itulah yang pastinya BISA ditawarkan oleh pendidikan di Belanda..

Ayo sekolah di Belanda..

61 comments:

Anonymous said...

berhubung banyak hal yang udah di share antara indonesia ma belanda,.kenapa g sekaligus bikin konsinyering bersama aja,.walopun bilangnya indonesia udah maju, banyak ilmu dan hal tinggalan belanda yang masih dipake indonesia, padahal belandanya aja udah ga pake,,sapa tau ada pencerahan lebih lanjut dari belanda

-AJENG-

Architecture said...

Barangnya Belanda yang udah lama banget, di Indonesia msi dipake.. bener Mbaa.. keliatan kalo Indonesia ketinggalan banget..

Cuma sebagian bangsa ini kadang berpikir sempit juga sih, menganggap Belanda tu penjajah, dan selamanya penjajah, sehingga ga mau berjiwa besar belajar ke sana..

Konsinyering, good idea tuh Mba.. semoga ke depan lebih banyak kerja sama antara Indonesia dengan Si Negeri Orange.. :) Thanx komennya Mbaa..

imel said...

Cla, suka deh caramu bertutur... mengalir seperti karya yang kamu banggakan "The Floating City".

Artikel ini menginspirasi aku untuk maju dan terus maju..

two thumbs eui.. dopple dammen!!

Yuk belajar dan belajar lagi.

Anonymous said...

ga hanya dalm segi arsitektur kale... di pemerintahan juga banyak warisan Belanda..... Sayangnya selama 350th Indobesia di jajah Belanda.... kita blm banyak menyadur semangat berkembang mereka

Anonymous said...

keren euy artikelnya..

fiirman joss said...

kotanya bagus. jadi pengen ke sana nih. kapan ya indonesia bisa maju seperti belanda atau negara lainnya?? mungkin kalau indonesia sudah ga terlilit utang kali ya?? smoga generasi muda indonesia bisa bangkit dan mengejar ke tertinggalannya dari negara2 maju dan modern.

by: FJ

Architecture said...

Yanti ya? Wah, yang orang PEMDA ngobrolnya tentang pemerintahan deh.. Iya tuhh.. pemerintahan, dan Belanda memang unggul di bidang hukum juga.. Nanti coba aja juga Yan, cari beasiswa dari pa gubernur terpilih, barangkali bisa dapet..

Architecture said...

Imel: Thanks buat Jempolnya Mel.. Ayo semangat belajar terus.. Belanda banyak menawarkan short course, coba aja kamu usahakan dari kantor, secara kamu di litbang.. pasti lebih mudah tembus..

Cek di web NESO Indonesia aja..

Tanpa nama: Makasih.. artikel ini dibuat untuk dikompetisikan di Kompetiblog yang diadakan NESO.. salut buat NESO yang kreatif..

Joz: Beb, kamu juga coba aja belajar dan kemudian melamar beasiswa NESO, pasti bisa kog.. kalo udah dapet, ajak aku ke sana.. hehe..

ifta said...

Donna Clara... jadi pengen berkenalan dengan seorang Oma.
Salam kenal

Architecture said...

Salam kenal juga Ifta..

Kalo Ifta berhasil pergi ke Belanda, pasti akan ketemu satu yang seperti Oma Vina.. hehe..

Benar-benar jadi kangen padanya..

Fayza Hiqmah said...

kerennnn mampus ni posting.. :D

gud luck, sob.. :D

Architecture said...

Thanks Fayza.. thanks udah maen ya, good luck for both of us.. :)

Jengtitz said...

floating city?hmm..keren banget tu.
nice info gan..cendol deh buat Clara. mantaps..
Adek bontotku yg skrg masih SD pernah bilang : "kak, aku pengen jadi arsitek, bisa bangun rumah yg bagus,gedung2 yang hebat".
hmm..tulisanmu menginspirasi La.
*sambil merem membayangkan duduk di sebuah taman di Belanda nungguin adekku pulang kuliah* heheh.amiinn..

"lekker eten zonder betalen"..ah, sayang sekali hanya kalimat itu yg aku bisa La, heheheheh

Architecture said...

Yaa.. kalo Adenya Titah ntar jadi kuliah di Belanda, kamu bisa bebas ngeceng di bangku kampus dengan alasan nunggu Adek Tit.. pasti disamperin salah satu pria Belanda yang ganteng.. :D

Tengkyu dah maen ya Tit..
Taun depan ikut juga kompetiblog NESo, barangkali bisa dapet hadiahnya sekolah di Belanda..

Anonymous said...

mantap carla..lanjutkan
semoga suatu saat robi bisa mampir ke Belanda buat lanjutin sekolah...(hiihih ngareps)....

Architecture said...

Amiinnn.. sekarang Robi udah on the way jadi peneliti, jalurnya udah bener, tar tinggal minta dukungan kantor aja..

Tingkatkan TOEFL, lengkapi berkas, trus ajuin aplikasi ke NESO deh, banyak kog beasiswa tersedia sesuai minat Roby... pasti didukung kantor.. :)

Thanks ya udah maen

dee said...

bagus, La.
jadi pengen tau hasil gimana ya arsitektur klu yang bikin Clara...
hm.........

Anonymous said...

Aku juga mau ke Belanda tuk sekolah gratis, tapi ilmu apa ya yang berhubungan dengan kerjaanku sekarang???? Kapan ya??? Kan enak sekalian belajar ama piknik :). Tapi TOEFLku kog makin lama makin turun ya. Di kantor boso jowo is number one je.

Architecture said...

Hehe.. banyak Dii, tapi kebanyakan pas aku masih di Banjar.., makanya pengen belajar lagi supaya bisa punya modal mendesain karya yang spektakuler kaya punya Koen Olthuis

Kalo yang di Jakarta: Rumah Pa Priyo salah satunya, masjid PMI juga, on progress..

Thanks udah komen ya Dii..

Architecture said...

Anonymous: kaya temen yang belajar di Eropa, pagi-siang belajar, malam kerja sambilan, week end jalan-jalan liat kincir angin, Eiffle tower, tembok Berlin, kalo beruntung bisa sampe Pisa.. (pake visa schengen) hehe.. tapi yah pinter2 atur waktu, salah-salah malah nilai jeblok dan ga lulus tepat waktu, bayar sendiri deh jadinya.. :)

chizu said...

すごい。。。。
kalow taw Belanda juga pernah belajar ma Indonesia, berarti Indonesia gag kurang2 orang pinter dunx..
tapi apa yang salah dengan Indonesia yax, hingga kondisi bangsa ini menjadi seperti ini.? ^_^

Architecture said...

Chizu.. itulah..

Mungkin mental orang jajahannya perlu diganti juga.. :D

Tapi banyak juga orang Indonesia yang pandai dan cerdas, para pemimpin kita.. mayoritas memang memperoleh didikan dari luar, tapi beberapa juga produk 'lokal' kog.. :D

Anonymous said...

Tulisan kamu menarik la, i'm so interest :) kalau bisa tambah lagi blog kamu la, biar bisa tambah wawasan, semoga sukses selalu, GBU ^_^

Architecture said...

Thanks yaa.. mood buat menulisnya ga selalu muncul soalnya, hehe.. GBU too

Anonymous said...

FFiuhh... Menarik! kl tentang Kualitas pendidikan eropa kita semua udah tau betapa efektifnya mereka, metode pendidikan yag implemetatif buka teoritis belaka...
tp ada satu pict yg aku kagum, mobil dibawah jembatan, perahu yg jalan diatas kita, KEREN!
overall, justru tulisan kamu yg lebih aku suka, mengalahkan isi materinya... tulisan kamu mengalir banget, Keep Posting Sista!!!

-abe-

Architecture said...

Tengkyu Bro.. semoga tulisan ini membuatmu terinspirasi belajar di Belanda, sama sepertiku.. :)

Anonymous said...

Lad,.
kayaknya kudu ada sharing lebih lanjut soal bangunan-bangunan hasil "perkawinan" tekno belanda ama indonesia ;p. cucok juga klo belajar arsitek disana buat ngatasin masalah bangunan disini,.soalnya kayaknya building inventor di belanda tau persis gimana kondisi di indonesia, kali-kali aja bisa nambah perspektif buat pertimbangan untuk ngebangun sesuatu di Indonesia, yang diharapkan lebih inovatif daripada yang ada sekarang hehehe

-ajenk indria CARTER-

Tisha said...

Interesting!! Nambah wawasan...

Btw, speak2 eh ngomong2 ttg sekolah di Belanda, jadi "dejavu" ttg cita2 terpendamku untuk ngelanjutin sekolah di Utrech University... :D Andai..... hehe, *malah jadi ngelamun*

SuKseS sLalu... :)

Architecture said...

data NESO mencatat mahasiswa Indonesia lumayan banyak di sana Mba.. dan yang paling kubayangkan itu Belanda bisa ngasi ide membuat Jakarta atau Banjarmasin jadi kaya di Iljimeer ato Amsterdam sana.. wuih, pasti keren.. ga banjir lagi, ga kumuh lagi.. :D

Btw, ada apa dengan nama belakang Mba itu? Hehe..

Architecture said...

Tisha: Waaahhhh.. harusnya Tisha ikutan lomba ini juga, karena hadiahnya summer course di Utrech.. cita-cita jangan dipendam terus.. ikut aja daftar di NESO, tiap tahun ada kog, lengkapi aja syarat2nya dan penuhi skor TOEFLnya..

Thanks ya tish komennya..

Unknown said...

Bagus buanget La....
makasih atas sharing infonya.
Aku sudah lama pengen nglanjutin studi ke sana...tp msh nunggu kesempatan...I hope...
Ayo La...dirimu yang ke sana duluan, ntar kususul...:)
Good Luck ya.....

Architecture said...

Mba Tuti.. aku berharap suatu saat impian besar itu bisa terwujud, bagaimanapun halangannya,,, semangat!! Aku percaya Mba Tuti malah bisa lebih dulu, secara peneliti litbang berotak Master, fiuuhh.. :D

Kalo Mba Tuti sekolah, pilih ke Belanda aja, lewat Stunednya NESo, banyak bidang yang bisa dipilih..

Thanks ya Mba Tuti, atas kesediaannya mampir memberikan sedikit komen, hehe.. selamat bekerja lagi..

Anonymous said...

Taman Van der Fielj itu Taman Idaman yach???? wah baru tau namax Van der Fielj...hehehehehehe.....

Architecture said...

Ya benar, Taman Idaman=Taman Van der Fielj, looks like orang Banjarbaru ga mau terlalu terkenang masa-masa penjajahan ya? Btw yang barusan ini komennya siapa? Nita ya? :) Tengkyu Sista..

Anonymous said...

Love it!

Jadi ingat tahun kemarin liat kincir angin dari atas pesawat,, trus pipis di bandara Schipol,, hehe.. Pengalaman disana cuma itu doang (kapan ya balik lagi!?):

Mudah2an artikelnya bisa jadi motivasi buat kita semua utk jadi lebih baik lagi. Trus harapannya yg nulis and baca bisa berangkat ke sana smua....

Cheers,
-Alberth

Architecture said...

Hahaha.. meskipun kamu cuma bisa pipis di bandara Schipol Beth, aku tetap aja NGIRIIIIII... hehehe...

Amin, semoga yang nulis dan baca semua bisa pergi ke Holland..

Tengkyu ya Beth, udah meluangkan waktu di tengah2 diklat peneliti buat ngisi komen di blog ini.. :D

ratna said...

nice article. want to go to banjarmasin someday :)

nggak cuma arsitektur & konstruksi bangunan, tapi juga rel kereta api & pabrik gula. dr jaman baheula blum ganti2 ya :D

Architecture said...

You better do.. ntar nginep di rumahku aja Na.. gratis tis tis..

Iya tuh, produk mereka terbukti kualitasnya yak?

Tengkyu Nana.. :D

wlee said...

Salut akan alur blog-nya La. Lebih salut lagi akan gambar di blog ini yang berasal dari koleksi sendiri itu...Kayaknya selain arsitektur kamu juga bakat jadi pelukis deh:)

Oh ya ntar kalo kamu bikin bangunan di Indonesia jangan lupa mengedepankan aspek lingkungannya ya..mumpung lagi booming masalah climate change nih:P

NB: siapkan segera arsitektur untuk rumahku ya..parkirannya di bawah dan lantai atas ada kolam renangnya...he..he... peace girl:)

Architecture said...

Biasanya mahasiswa arsitektur memang bisa sketsa Mbaa.. hehe..

Wah, climate change, dasar karyawan BMKg, hehe..

Kolam renang? Uni mau tenggelamkan si Abe po? Kayanya bad idea ah.. no no no.. btw tengkyu sekali lagi Uni.. :D

Mooo said...

Koment apa yah clar, bingung nih, soalnya ga ngerti tentang arsitek sih, hehehhe. cm klo ku nilai sih yg namanya bangunan yg di rancang ama belanda jaman dulu sih artistik gitu, mereka bisa menyesuaikan dengan lingkungan yg ada di sekitar, mereka bisa membuat kota yg lebih rendah dr ai bisa untuk di tinggali, kenapa kita yg notebenenya bekas koloninya ga bisa?

Architecture said...

Kog pake nama Moo sih Su? Leo bisa ketawa bacanya, hehe..

Kita bisa buat kincir juga Su, itu di atapnya Holland Bakery, hehe.. kita bisanya memanfaatkan yang ada Su, tapi kurang bisa mengembangkannya ataupun menciptakan yang baru..

Begitu ada yang baru pun, antusiasme terhadap penemuan itu kadang kurang, selalu tergiur buat meniru-niru saja, 'meski' yang ditiru udah ga cocok ama kondisi setempat.. fiuhh..

Tengkyu ya Su, jangan kaya terpaksa gitu dong komennya, hehe.. aku minta tolong Leo juga tapi belum nongol anaknya..

Pia said...

kereeenn...
belanda belajar dari kite....di masa lalu, banyak yang terkagum2 ma bangsa kita..kini, entahlah...
eniwei, skul di luar negeri, smoga clara, cepet..

Architecture said...

Iya tuh Pi, coba lagi tahun ini tuh, ato minta ama Deputi, kayanya senior Pia, hehe.. Kapan mau tes TOEFl lagi? Semangat Pi, thanks ya udah mampir..

Yamete said...

widih....
mantep nih tulisannya...
Salam kenal kakaknya nita....
saya disuruh komen di blog ini sama nita...hehehehehehehe


http://lostphobia.blogspot.com

Architecture said...

Terima kasih ya, temannya Nita.. hehehe.. ikutan aja tahun depan.. mana Nitanya ya? Kog ga nongol2? Adek yang ga sopan..

Trus jadi penasaran, kalo Nita belum komen, yang di atas tadi sapa dong?

Nita said...

mantap banar...
luke said : sama kakk...mantabb...

Belanda sudah menyisakan jejak-jejak di kotaku tercinta..

Nipanipan..

Architecture said...

Trus mana Luke-nya, komen juga dong.. Eh, ini untuk kalian anak-anak kecil, nanti kalo lulus kuliah, harus punya TOEFL di atas 550, IPK di atas 3, supaya bisa daftar STUNED..

Kalo nilainya outstanding terus, di tingkat 3 tar bisa langsung kontak NESO, kalo ga salah bisa langsung apply dan lanjut S2 di sana, fresh graduate bahkan yang belum lulus tapi tahun ke 3 boleh mendaftar, usahakan masuk 10% terbaik dari kelulusan.. ada dana jutaan EURO buat anak2 yang pinter itu, dijamin makan, minum, jajan, rumah.. hoho..

Menuntut ilmu sampe tua deh..

parindhu said...

baru nyadar klo kantor walikota mirip gedung sate.....

kincir angin raksasa tuh termasuk bangunan kuno ga?

Architecture said...

Oh, kincir yang di dekat Komet Palapa itu? Rasanya di dekat2 situ ada Perusahaan Air Minum ya? Belum tanya2 juga Ten, tapi kincir memang udah jadul banget kan dan sekarang ga kepake..

Muhammad Husnun Nashar said...

Bangunan Kolonial Belanda yang masih ada di Kalimantan Selatan tu gen jua harat-harat.

Architecture said...

Nashar nanti harus bikin karya2 yang lebih hebat daripada yang sudah ada.. belajar yang rajin dari orang Belandanya (kalo perlu) terus kembangin sendiri, biar ke depannya negara kita ga harus meniru2 negara lain..

Thanks ya udah maen Shar

Anonymous said...

hmmmmm..... bingung tak pikir belanda nyontek arsitektur indonesia ternyata yg dicontek kanal ato kanal tu termasuk arsitektur yak? :p



btw jupe ga lolos champion \o/


m(_ _)m
kiki

Architecture said...

Termasuk, yang mengherankan: Belanda yang nyontek kanal kita, tapi yang bikin jalan di tempat kita bukan kita sendiri tapi mereka, hmm hmm..

Rasanya kurang pantes gitu.. harusnya kita bisa lebih pinter dengan mengembangkan pengetahuan kita sendiri..

Kalo sampe kita bisa belajar ke Belanda, boleh kita curi balik ilmu2 yang mereka punya.. mencuri yang ini ga melanggar hukum kan? :D

BTW: Tidak ada relevansinya JUVE dengan postingan ini!

Spurs kan ga juara liga Champion juga? :p

Anonymous said...

yahhhh begitulahhh
emang banyak lebihnya orang2 sono.
rumput tetangga emang lebih hijau. dan tekadang qt ga liat potensi negeri sendiri.
floating city???
coba lihat kalsel sekarang!!!
penuh dengan timbunan...
yah kaya yang kaka bilang, kayanya qt malah musuhan dengan sungai, ato rawa...
bohong kalo ga ada jebolan dari Indonesia yang bisa mendesain rancang bangun yang cocok untuk KalSel.
lama kelamaan, KalSel tenggelam juga kali..
malah q lihat, karena saking hijaunya negeri oarang, kita segan untuk alik lagi kenegeri sendiri yang masih perlu untuk dipebaiki...
dan ga pantas buat qt untuk nyerang orang dengan mengatakan orang Indonesia kapan kaya Orang Belanda, kaya orang ini ato itu, kalo toh qt sendiri sama aja...
tapi bagus lo ka tulisan kaka...
kaya baca artikel dari orang2 yang udah hebat nulis..
ntar buat novel gih ka....


by
anna temannya yanti n teman ka2 juga

Ryan Vasudewa Damardjati said...

Good. Sipp. Keren...!!!

Architecture said...

Ana: Ya.. komen yang kritis khasnya anak mapala.. hehe..

Aku juga kaget An pas balik dan liat Pasar Terapung malah isinya kayu2 illegal logging gitu.. fiuuuu..

Makanya tar kalo Ana udah lulus, langsung aja lamar sekolah ke laur, ambil ilmu banyak2 biar Banjar bisa selamat juga.. thanks y komennya

Ryan: Tumben Bro komen cuma 3 kata dong.. Hmm.. Btw, thanks banget yak..

risma said...

tes..tes...

ris said...

tes..tes..masuk kada.mun masuk, akan kuteruskan coment ku.sering error masuk eh clar

Unknown said...

teteh aku udah baca ini di kompetiblog

memang menarik dan ternyata banyak hal yang aku belum ketahui...

oya semoga sukses ya teh

sip2

Architecture said...

Thanks ya Jazz kunjungan ulangnya..

Baru saja gundah hati nih, ada orang Belanda yang mengakui lagu Gesang sebagai milik mereka.. Kasian Pak Gesang, karyanya murni diaku-aku orang..

Suatu saat nanti kalo bisa pergi ke sana, pengen protes deh sama mereka, huff..